Rasa menyesal mulai mendera di hati. Kenapa tidak dari dulu saja, saya resign dari tempat saya bekerja. Ternyata, baru saja saya temukan arti kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Anak-anak dan rumah. Dua kata kunci kebahagiaan yang saya cari selama ini. Yah, sekarang saya merasa bahagia bersama anak-anak di rumah.
Banyak yang sangsi atas keputusan saya. Kata mereka, “Orang yang sudah terbiasa bekerja di luar rumah, pasti merasa jenuh jika hanya menjadi ibu rumah tangga”. Masa iya sih? Nyatanya, setelah menjadi ibu rumah tangga full time, saya justru menikmati peran baru saya ini. Mungkin belum, kata mereka lagi. Tapi, bukankah kejenuhan bisa menggerayangi siapa saja. Mau yang bertitel sebagai ibu rumah tangga ataupun yang bekerja di kantoran.
Flash back dengan pekerjaan saya yang dulu. Ketika masih bekerja. Energi, waktu, dan pikiran, rasanya terkuras sampai habis. Bahkan, sampai tidak ada ampas-ampasnya lagi deh. (halaah…lebay.com). Sampai di rumah, rasanya tulang terasa remuk redam, otak ngebul, dan tenaga tinggal sisa-sisanya buat anak dan suami. Kalau lelahnya sudah di ubun-ubun, langsung tiarap di tempat tidur. “Blasss”. Bablas sambil merajut mimpi-mimpi. Ya ampun, emang kau kerja apa sih sampai segitunya. Kerja rodikah?
Sebenarnya, menjadi ibu rumah tangga adalah impian saya sejak masih kecil. Walaah… kesannya ‘ketu’ banget yah. Sejak menyandang gelar sebagai seorang ibu dari seorang anak yang baru brojol ke dunia ini, saya bertekad untuk mendidik dan membesarkannya sendiri. Tanpa embel-embel pakai pengasuh. Ternyata, apa yang diimpikan saya buyar. Ibu inginnya, saya boleh berhenti kerja, asal sudah punya rumah, punya mobil, dan punya usaha sendiri. Waduh, berat nian persyaratannya bu! Saya mengajukan somasi kepada ibu. Akhirnya dibuatlah nota kesepakatan. Ibu punya satu syarat yang harus saya penuhi. Punya rumah dan tidak mengontrak lagi, baru boleh berhenti kerja. Alhamdulillah dari pundi-pundi emas yang dikumpulkan, berdirilah sebuah istana yang megah nan indah. (“Huks…huks…” jadi batuk. Padahal mah, rumah serba minimalis, hehehe..)
Kesepakatan telah terpenuhi. Tanpa banyak pertimbangan lagi. Akhirnya, You and Me, End!
Menjadi ibu rumah tangga full time dan tidak ada asisten rumah tangga? Mantap! Ternyata tidak mudah seperti yang dibayangkan. Mengurus tetek bengek pekerjaan rumah, mengasuh anak, mengurusi keperluan anak dan suami, dan segala perintilan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sungguh luaar binasa. Ups!
Itulah, kenapa wanita begitu mudahnya masuk surga. Cukup dengan berjihad di rumah dan mengerjakan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Mudah kan?
Setiap tetes keringatnya akan menjadi pemberat bagi timbangan amal perbuatannya. Bagi wanita yang berhasil mencetak anak-anaknya menjadi sholeh dan sholehah, menjadi hafidz dan hafidzah, menjadi mujahid dan mujahidah, Insya Allah surga menanti.
Menjadi emak-emak di rumah. Terkesan, dengan penampilan lusuh, kucel, dan baju daster yang dekil. Kalau udah jadi emak-emak, kesannya sudah tidak sempat lagi memoles wajahnya dengan dempulan bedak. Wajahnya jadi lebih banyak terpapar dengan perona asap masakan. Parfum tubuhnya, beraroma bumbu masakan dan bau pesing dari si kecil. Pengetahuannya hanya seputar dapur, sumur dan kasur alias oon bin telmi atau kuper. “Oh… tidaaaak!”
Buat emak-emak level atas. Kesannya, sibuk-sibuk tidak jelas. Ikut arisan di sana, arisan di sini, sekedar buat rumpi-rumpi. Atau kerjaannya hanya shopping dan menghambur-hamburkan uang suami. Yang ini bukan saya banget. Hiks..hiks.
Kita buat paradigma baru. Emak-emak itu. Penampilannya keren, bajunya rapi, aroma badannya wangi, dan wajahnya kinclong. Itu baru penampilan yang oke buat emak-emak jaman sekarang. Buktikan juga kalau emak-emak itu, tidak sekedar hobi belanja dan menghambur-hamburkan uang suami. Tapi, bisa mencari ladang penghasilan buat keluarganya. Dan yang tidak kalah pentingnya. Kutukan yang sudah melekat pada kaum hawa dari jaman ke jaman. Bahwa yang namanya emak-emak itu, senangnya gosipin orang. Kutukan itu harus dibumi hanguskan dalam diri emak-emak sekalian (Ehmmm… berasa jadi ustadzah deh).
Buat emak-emak yang menjadi penghuni setia di rumah alias senangnya “ngendon” di rumah. Bukan berarti dia jadi “Si kuper”. Dengan banyaknya social media dan terbuka lebarnya akses informasi di dunia maya, emak-emak bisa menjaring pertemanan sebanyak-banyaknya. Jadi, sekarang bukan emak-emak yang kuper lagi dong. "Horee…!"
Atau bisa juga mengais ilmu yang bertebaran, lewat group-group di jejaring sosial ataupun diskusi-diskusi lewat milis. Buat yang suka bisnis, dengan adanya internet, semua bisa jadi duit. Duduk manis di rumah, duit mengalir bagaikan anak sungai, dan pendidikan anak tetap terpantau oleh kita. Itulah para emak-emak hebat, emak-emak juara, dan emak-emak yang produktif. “Prok!….prok!….prok!” Kasih applause buat emak-emak yang hebat. Kalau saya? Huhuhu….Masih jauuuh, perjalanannya.
Banyak teman-teman saya di dunia maya, yang berhasil menjadi “seorang emak”. Mereka adalah keluarga-keluarga yang harmonis. Sukses mendidik anak, sukses menjalani bisnis, hobi dan skill tersalurkan hingga menghasilkan uang, melebihi gaji seorang pegawai kantoran. Kenapa saya katakan mereka berhasil menjadi “seorang emak?” Karena bagi saya, emak yang sukses tatkala ia bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang sholeh, berkarakter, dan berakhlakul karimah. Dan, saya selalu pasang badan buat mendekati emak-emak model ini, biar saya tertular seperti mereka, gitu loh!
Bagaimana? Ingin jadi emak-emak yang biasa aja, atau jadi emak-emak yang luar biasa?
Banyak yang sangsi atas keputusan saya. Kata mereka, “Orang yang sudah terbiasa bekerja di luar rumah, pasti merasa jenuh jika hanya menjadi ibu rumah tangga”. Masa iya sih? Nyatanya, setelah menjadi ibu rumah tangga full time, saya justru menikmati peran baru saya ini. Mungkin belum, kata mereka lagi. Tapi, bukankah kejenuhan bisa menggerayangi siapa saja. Mau yang bertitel sebagai ibu rumah tangga ataupun yang bekerja di kantoran.
Flash back dengan pekerjaan saya yang dulu. Ketika masih bekerja. Energi, waktu, dan pikiran, rasanya terkuras sampai habis. Bahkan, sampai tidak ada ampas-ampasnya lagi deh. (halaah…lebay.com). Sampai di rumah, rasanya tulang terasa remuk redam, otak ngebul, dan tenaga tinggal sisa-sisanya buat anak dan suami. Kalau lelahnya sudah di ubun-ubun, langsung tiarap di tempat tidur. “Blasss”. Bablas sambil merajut mimpi-mimpi. Ya ampun, emang kau kerja apa sih sampai segitunya. Kerja rodikah?
Sebenarnya, menjadi ibu rumah tangga adalah impian saya sejak masih kecil. Walaah… kesannya ‘ketu’ banget yah. Sejak menyandang gelar sebagai seorang ibu dari seorang anak yang baru brojol ke dunia ini, saya bertekad untuk mendidik dan membesarkannya sendiri. Tanpa embel-embel pakai pengasuh. Ternyata, apa yang diimpikan saya buyar. Ibu inginnya, saya boleh berhenti kerja, asal sudah punya rumah, punya mobil, dan punya usaha sendiri. Waduh, berat nian persyaratannya bu! Saya mengajukan somasi kepada ibu. Akhirnya dibuatlah nota kesepakatan. Ibu punya satu syarat yang harus saya penuhi. Punya rumah dan tidak mengontrak lagi, baru boleh berhenti kerja. Alhamdulillah dari pundi-pundi emas yang dikumpulkan, berdirilah sebuah istana yang megah nan indah. (“Huks…huks…” jadi batuk. Padahal mah, rumah serba minimalis, hehehe..)
Kesepakatan telah terpenuhi. Tanpa banyak pertimbangan lagi. Akhirnya, You and Me, End!
Menjadi ibu rumah tangga full time dan tidak ada asisten rumah tangga? Mantap! Ternyata tidak mudah seperti yang dibayangkan. Mengurus tetek bengek pekerjaan rumah, mengasuh anak, mengurusi keperluan anak dan suami, dan segala perintilan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sungguh luaar binasa. Ups!
Itulah, kenapa wanita begitu mudahnya masuk surga. Cukup dengan berjihad di rumah dan mengerjakan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Mudah kan?
Setiap tetes keringatnya akan menjadi pemberat bagi timbangan amal perbuatannya. Bagi wanita yang berhasil mencetak anak-anaknya menjadi sholeh dan sholehah, menjadi hafidz dan hafidzah, menjadi mujahid dan mujahidah, Insya Allah surga menanti.
Menjadi emak-emak di rumah. Terkesan, dengan penampilan lusuh, kucel, dan baju daster yang dekil. Kalau udah jadi emak-emak, kesannya sudah tidak sempat lagi memoles wajahnya dengan dempulan bedak. Wajahnya jadi lebih banyak terpapar dengan perona asap masakan. Parfum tubuhnya, beraroma bumbu masakan dan bau pesing dari si kecil. Pengetahuannya hanya seputar dapur, sumur dan kasur alias oon bin telmi atau kuper. “Oh… tidaaaak!”
Buat emak-emak level atas. Kesannya, sibuk-sibuk tidak jelas. Ikut arisan di sana, arisan di sini, sekedar buat rumpi-rumpi. Atau kerjaannya hanya shopping dan menghambur-hamburkan uang suami. Yang ini bukan saya banget. Hiks..hiks.
Kita buat paradigma baru. Emak-emak itu. Penampilannya keren, bajunya rapi, aroma badannya wangi, dan wajahnya kinclong. Itu baru penampilan yang oke buat emak-emak jaman sekarang. Buktikan juga kalau emak-emak itu, tidak sekedar hobi belanja dan menghambur-hamburkan uang suami. Tapi, bisa mencari ladang penghasilan buat keluarganya. Dan yang tidak kalah pentingnya. Kutukan yang sudah melekat pada kaum hawa dari jaman ke jaman. Bahwa yang namanya emak-emak itu, senangnya gosipin orang. Kutukan itu harus dibumi hanguskan dalam diri emak-emak sekalian (Ehmmm… berasa jadi ustadzah deh).
Buat emak-emak yang menjadi penghuni setia di rumah alias senangnya “ngendon” di rumah. Bukan berarti dia jadi “Si kuper”. Dengan banyaknya social media dan terbuka lebarnya akses informasi di dunia maya, emak-emak bisa menjaring pertemanan sebanyak-banyaknya. Jadi, sekarang bukan emak-emak yang kuper lagi dong. "Horee…!"
Atau bisa juga mengais ilmu yang bertebaran, lewat group-group di jejaring sosial ataupun diskusi-diskusi lewat milis. Buat yang suka bisnis, dengan adanya internet, semua bisa jadi duit. Duduk manis di rumah, duit mengalir bagaikan anak sungai, dan pendidikan anak tetap terpantau oleh kita. Itulah para emak-emak hebat, emak-emak juara, dan emak-emak yang produktif. “Prok!….prok!….prok!” Kasih applause buat emak-emak yang hebat. Kalau saya? Huhuhu….Masih jauuuh, perjalanannya.
Banyak teman-teman saya di dunia maya, yang berhasil menjadi “seorang emak”. Mereka adalah keluarga-keluarga yang harmonis. Sukses mendidik anak, sukses menjalani bisnis, hobi dan skill tersalurkan hingga menghasilkan uang, melebihi gaji seorang pegawai kantoran. Kenapa saya katakan mereka berhasil menjadi “seorang emak?” Karena bagi saya, emak yang sukses tatkala ia bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang sholeh, berkarakter, dan berakhlakul karimah. Dan, saya selalu pasang badan buat mendekati emak-emak model ini, biar saya tertular seperti mereka, gitu loh!
Bagaimana? Ingin jadi emak-emak yang biasa aja, atau jadi emak-emak yang luar biasa?