Minggu, 02 Desember 2012

Bookaholic

 Suatu ketika ada orang tua murid saya cerita.  Anaknya yang masih TK menghadiahkan sebuah komik buatannya sendiri untuk gurunya. 

Kakaknya yang bernama Hani adalah murid saya,  seorang  “Bookaholic”.  Yup, bisa dibilang begitu.  Dia sudah kecanduan sama buku.  Dalam keadaan apapun, di mana pun, dan kapan pun selalu ada buku di tangannya.  Di saat waktu istirahat, Hani lebih asyik membaca buku  dibandingkan bermain dengan teman-temannya.  Saat pekerjaannya selesai, dia selalu minta ijin kepada saya untuk mengambil buku yang ada di perpustakaan kelas.  Katanya, dia suka buku karena koleksi buku-buku di rumahnya sangat banyak.  Tidak heran bagi saya. Kalau ia menjadi seorang  maniak dengan buku.

Kembali pada anak yang menghadiahkan komik pada gurunya.  Anak itu adalah adiknya Hani.  Menurut saya, kebiasaan Hani pasti tidak berbeda jauh dengan adiknya.  Saat adiknya kelas 6 SD. Saya mendapati sebuah novel  yang dikarang oleh adiknya Hani. Novel dengan imajinasi tingkat tinggi. Subhanallah! Kebiasaan membaca mereka telah menelurkan sebuah tulisan yang sangat kreatif.

Lain lagi cerita tentang Dyah. Ia hidup di era belum  tersedianya buku-buku  yang menarik.  Jaman dulu, buku tidak semenarik seperti  sekarang ini.  Buku-buku terbitan Balai Pustaka hanya berisi tulisan tanpa gambar. Tapi, dia begitu mencintai buku.  Untung  guru SD-nya memahami minat baca Dyah. Setiap kunjungan ke perpustakaan sekolah.  Dyah diperbolehkan meminjam 6 buku.   Pohon belimbing  di rumahnya adalah tempat favorit Dyah untuk membaca. Sambil duduk di dahan pohon belimbing yang berayun-ayun. Disertai oleh angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya, Dyah sangat menikmati buku pinjaman dari perpustakaan sekolah.  Jika pohon belimbing sedang berbuah. Sambil baca,   Dyah memetik buah belimbing dan memakannya. Amboi!  Nikmatnya membaca sambil makan buah belimbing dengan ditemani oleh angin-angin nan sejuk.

Dyah tidak seberuntung Hani.  Hani difasilitasi oleh orang tuanya dengan perpustakaan di rumah. Sedangkan Dyah, ia harus mencari  tempat-tempat peminjaman buku.  Seringkali ia harus merogoh kantungnya sendiri  demi mendapatkan pinjaman buku.  Buku apapun di baca. Mulai dari komik Petruk-Gareng , komik Tin-tin, Komik Nina, sampai majalah-majalah dewasa milik ibunya.  Guru SD-nya seringkali memuat tulisan-tulisannya di mading sekolah dan menyertakannya dalam lomba-lomba mengarang.  Begitulah!  Dengan membaca, selalu ada inspirasi yang bisa ditulis olehnya.

Begitu saya pulang dari mengajar.  Anak saya (waktu itu umurnya 2,5 tahun) akan langsung membongkar isi tas.  Dia tahu hari di mana saya meminjam buku dari perpustakaan sekolah.  Sekolah tempat saya mengajar,  kebetulan memiliki  jam kunjungan ke perpustakaan.  Sambil menemani murid-murid berkunjung ke perpustakaan.  Saya gunakan kesempatan itu, untuk membaca dan meminjam buku untuk saya dan anak saya.

“Hari ini, cukup dua saja ya baca bukunya.”
“Jangan bunda, 3 deh… 4 deh… eh 5 deh… dan seterusnya.”
Selalu ada tawar menawar setiap dibacakan buku.  Meskipun merasa lelah setelah seharian bekerja.  Tapi, Saya usahakan untuk membacakan buku untuk anak saya yang pertama.  Tapi begitulah.  Sebelum memulai sudah ribut dengan kesepakatan jumlah buku yang  dibaca.

Ternyata adiknya yang saat ini berumur 2 tahun, tidak jauh berbeda dengan kakaknya.
Pagi-pagi adalah waktu membacakan buku untuk Si Adik.  Satu buku sudah dibaca. Dia mengambil  buku cerita lagi dari perpustakaan mini rumah kami. Dua buku sudah tamat. Dia ambil lagi. Tiga buku sudah rampung. Dia ambil lagi. 4 buku, 5 buku hingga akhirnya 8 buku yang sudah diambil oleh si kecil yang harus saya bacakan untuknya.  Hah! Akhirnya buku-buku selesai saya bacakan.  Akhirnya saya harus kasih pengertian padanya, kalau bunda masih banyak kerjaan rumah. Si kecil manggut-manggut tanda

0 komentar:

Posting Komentar