Minggu, 02 Desember 2012

Stop, Kekerasan pada Anak!

Sedih lihat berita-berita tentang orang tua yang menganiaya anaknya sendiri.  Ada ibu tiri yang menganiaya anak balitanya hingga tewas.  Ada seorang nenek memukuli cucunya, hingga cucunya mengalami luka-luka yang serius dan trauma berat dengan neneknya.  Ada seorang ayah yang memukuli anaknya yang masih kecil dengan membabi buta, hingga anaknya mengalami patah tulang dan cacat permanen.

Melihat kondisi di atas, saya jadi teringat dengan kejadian di angkot. Seorang ibu muda berkali-kali menabok mulut anaknya yang kira-kira usianya masih 3 tahunan.  Tidak puas dengan menabok.  Ibu itu mencubit , memukul, dan menendang anaknya.  Pemandangan ini disaksikan oleh mata saya sendiri .  Semakin anak itu menangis, semakin dihajar oleh ibunya.  Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengutuk perbuatan itu dalam hati.  Saya memandang ibu itu dengan kemarahan yang tidak bisa diungkapkan.  Saya jadi mikir.  Di tempat umum saja,  ibu itu berani melakukan kekerasan pada anaknya. Dan di hadapan orang lain saja, dia tidak sungkan-sungkan untuk memukul anaknya. Apalagi di rumah?

Ada apa gerangan?

Apakah manusia lebih buas daripada harimau? Sebuas- buasnya harimau. Dia tidak akan memakan anaknya sendiri.
Apakah kesulitan hidup ini telah membuat orang-orang dewasa begitu sangat stress, sehingga menjadikan anak sebagai sasaran empuk untuk melampiaskan ketertekanan hidupnya.
Apakah ibu itu mengalami kekerasan oleh suaminya sendiri, hingga akhirnya ia membalas kepada sang anak yang tidak berdosa.
Apakah para orang tua menganggap diri mereka lebih kuat dan berkuasa, sehingga dengan mudahnya menindas anaknya yang masih lemah.

Padahal setiap anak,  tidak pernah minta untuk dilahirkan.  Kedua orang tuanyalah yang mengharapkan kehadiran mereka dalam keluarga. Kehadiran yang selalu dinanti-nantikan oleh setiap pasangan. Namun, ketika Allah telah memberikan karunia berupa anak. Mereka menyia-nyiakan anak-anak yang tidak berdosa itu.
Anak-anak memiliki hak untuk dikasihi, dilindungi, dan mendapatkan rasa aman dalam keluarganya. Jika seorang anak kerap kali mendapatkan kekerasan di keluarganya. Kemana lagi ia akan mencari rasa aman dan perlindungan dalam hidupnya.  Apakah rasa aman dan nyaman menjadi barang yang mahal untuk mereka saat ini?

Setiap perlakuan yang diberikan oleh orang tua, akan ada jejak-jejak rekaman dalam hidup seorang anak.  Anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang, cinta dan penghargaan, mereka akan menjadi anak yang berkarakter baik. Sedangkan anak yang dibesarkan dengan kekerasan, ia akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri, merasa rendah diri dalam pergaulan, cenderung menjadi pemberontak, dan menjadi  pendendam. Masih mending kalau anak itu hanya bermasalah dalam kepercayaan dirinya. Bagaimana kalau sampai ia menjadi karakter yang kasar dan keras hatinya. 

Jika seorang anak kerap kali dikasari oleh orang tuanya. Kelak, ketika mereka berumah tangga, ia akan memperlakukan hal yang sama kepada anak-anaknya. Jika laki-laki ia akan menjadi suami yang ringan tangan terhadap istrinya. Jika ia perempuan, ia akan berlaku kasar kepada anaknya.  Jadilah ini sebuah lingkaran setan yang tidak berujung. Suami mukul istri. Istri balas ke anak. Anaknya balas lagi ke adiknya. Adiknya balas kepada teman-temannya dan seterusnya. Bayangkan! Jika banyak keluarga yang seperti ini.  Jadilah sebuah masyarakat premanisme.

Anak bagaikan sebuah bibit tanaman. Jika bibit tanaman  terpelihara dengan baik, diberi air, dan pupuk, bibit ini akan menjadi tanaman yang sempurna dan menghasilkan buah yang ranum.   Orang tua tidak hanya tugasnya sekedar melahirkan, memberi makan, dan menyekolahkan.  Namun, ia perlu memberikan pemeliharaan dan pembekalan yang baik untuk anaknya. Bagaimana caranya? Menjadi Role Model yang baik.

1 komentar: