Selasa, 30 Oktober 2012

Belajar dari Mbah Pur ( tetap bersemangat melakukan amal kebaikan meskipun telah lanjut usia))

Mbah Pur, begitulah aku biasa menyebut tetangga sebelahku ini. Seorang janda yang berprofesi sebagai tukang urut yang sudah lanjut usia. Di usianya yang telah  senja,  dia harus menjalani hidupnya dengan kesendirian dan kesepian. Tak ada anak dan cucu yang menemaninya. Hanya sesekali saja anak dan cucunya datang menengok mbah Pur. Entahlah, apa yang menjadi alasan anak-anaknya untuk tidak menemani ibu mereka yang sudah tua.

Mbah Pur pernah cerita kepadaku ia pernah mengalami kecelakaan motor saat diboncengi anaknya. Akibat kecelakaan itu, beberapa giginya harus tanggal dan punggungnya sering merasa sakit. Sejak kecelakaan itu, ditambah dengan usia yang telah tua, ia tidak dapat lagi berjalan dengan tegak. Jalannya harus membungkuk dan pelan-pelan.

Sebenarnya, hubunganku dengan mbah Pur tidak  terlalu istimewa. Kami  hanya sesekali saja saling bertegur sapa di saat aku bertemu dengannya di jalan atau di depan rumahnya. Ia biasa menyapa diriku dengan sebutan De Guru atau Jeng. Bahkan sampai saat ini, ia tidak pernah tahu namaku. Mengenal dirinya aku jadi banyak belajar tentang arti kehidupan. Banyak kesan dan cerita tentang mbah Pur.

Mbah Pur Menengok Aku di Rumah Sakit

Suatu hari, aku dirawat di rumah sakit karena terkena typus dan demam berdarah. Tak ada tetangga yang kuberitahu mengenai sakitku ini. Tapi, meskipun aku berusaha menutupinya, akhirnya tetangga-tetanggaku banyak yang tahu dan mereka pun menengok aku, termasuk mbah Pur.

Saat aku ingin beranjak dari tempat tidur dan bermaksud ke kamar mandi. Di luar terdengar suara ribut-ribut."Mbah mau menengok siapa mbah...." suara satpam perempuan. "Saya mau menengok De guru..... saya sudah muter-muter nyari kamarnya, sudah nyari di lantai bawah sampai atas belum ketemu juga..."

Suara itu sepertinya sangat aku kenal. Langsung aku turun dari tempat tidur dan berteriak, "saya...itu saya yang dicari...!" Aku tergopoh-gopoh membawa kantung infusku dan menghambur keluar kamar.

"Oalaaaa.... ditanya nama pasiennya, si mbah cuman bilang De Guru, saya jadi bingung mau bantunya..." satpam itu tertawa terkekeh-kekeh. "Makasiih ya nak sudah bantu mbah..." Mbah pur melambaikan tangannya. "Terima kasih ya bu sudah mengantarkan tetangga saya..." Saya tersenyum kepada satpam rumah sakit. "Bukan tetangga.... tapi saudara..." Mbah Pur langsung menyambar omonganku yang terakhir. Terkesima aku dengan ucapan mbah Pur yang tadi. Aku jadi merasa malu, ia menganggap diriku sebagai saudaranya.

Ku cium punggung tangan mbah Pur dan memegang erat tangannya. Ia memberikan bungkusan plastik yang berisi jeruk mandarin. Dengan keadaan ekonominya yang pas-pasan, mbah Pur masih saja merelakan sebagian uangnya untuk membawakan buah tangan. Setelah mengucapkan terima kasih atas bawaannya, aku bertanya pada mbah Pur bagaimana ceritanya ia bisa sampai ke sini.

Aku sangat terharu dengan cerita mbah Pur.  Tak terasa, setitik air mata jatuh ke permukaan wajahku. Seorang mbah Pur, yang untuk berjalan saja harus merasa kesulitan masih menyempatkan waktu untuk menengokku. Sesampai di rumah sakit, ia harus naik dan turun tangga untuk mencari kamarku, mencariku hanya bermodalkan nama De Guru.

Sementara aku, yang masih muda dan yang masih kuat dan sehat. Menyempatkan waktu untuk menengok teman dan saudara-saudaraku yang sakit rasanya sangat sulit sekali. Begitu banyak pekerjaan yang harus kukerjakan sampai-sampai tak ada waktu yang tersisa untuk melakukan amal kebaikan yang satu ini. Padahal banyak keutamaan ketika seseorang menengok saudaranya.

Rasulullah  bersabda:

“Tiada seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari; dan jika ia menjenguknya pada sore hari maka ia didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi hari, dan baginya kurma yang dipetik di taman surga.” (HR Tirmidzi, dan beliau berkata, “Hadits hasan.”)
 Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:

“Barangsiapa menjenguk orang sakit maka berserulah seorang penyeru dari langit (malaikat), ‘Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah mempersiapkan tempat tinggal di dalam surga.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan berfirman pada hari kiamat, ‘Hai anak Adam, Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’ Orang itu bertanya, ‘Oh Tuhan, bagaimana aku harus menjengukMu sedangkan Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?’ Allah menjawab, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sedang sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya?Apakah kamu tidak tahu bahwa seandainya kamu menjenguknya pasti kamu dapati Aku di sisinya?’ ‘Hai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi tidak kamu beri Aku makan.’ Orang itu menjawab, ‘Ya Rabbi, bagaimana aku memberi makan Engkau, sedangkan Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?’ Allah menjawab, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan meminta makan kepadamu, tetapi tidak kauberi makan? Apakah kamu tidak tahu bahwa seandainya kamu beri makan dia niscaya kamu dapati hal itu di sisiKu?’ ‘Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi tidak kamu beri minum.’ Orang itu bertanya, ‘Ya Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau Tuhan bagi alam semesta?’Allah menjawab, ‘Hamba-Ku si Fulan meminta minum kepadamu, tetapi tidak kamu beri minum. Apakah kamu tidak tahu bahwa seandainya kamu memberinya minum niscaya akan kamu dapati (balasannya) itu di sisi-Ku?”

Kecintaan Mbah Pur dengan Masjid

Sepengetahuan saya, hampir setiap hari Mbah Pur tidak pernah melewati waktu sholatnya di masjid. Seperti hari-hari biasanya, azan sholat belum berkumandang, Mbah Pur berjalan dengan susah payah. Sambil mengepit mukena dan tanpa tongkat di tangannya, mbah Pur berjalan dengan sangat pelan. Beberapa kali ia harus berhenti sejenak, mengatur nafasnya atau mempersilakan orang yang dibelakangnya untuk berjalan. "Silakan De Guru.... jalannya mbah mah kaya kura-kura.... lamaaa...." Begitulah kelakar mbah Pur saat motor kami berhenti di belakangnya. Dengan keterbatasan fisiknya, tidak membuat halangan mbah Pur untuk sholat berjamaah dan mengikuti pengajian ibu-ibu di masjid.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 442)

Dalam riwayat Abu Dawud (no. 480) ada tambahan:
“meskipun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 576 dan dalam Al-Misykat no. 1062)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabdanya:
“Shalat seseorang dengan berjamaah dilipat gandakan sebanyak 25 kali lipat bila dibandingkan shalatnya di rumahnya atau di pasar. Hal itu dia peroleh dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia keluar menuju masjid dan tidak ada yang mengeluarkan dia kecuali semata untuk shalat. Maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah melainkan diangkat baginya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan. Tatkala ia shalat, para malaikat terus menerus mendoakannya selama ia masih berada di tempat shalatnya dengan doa: “Ya Allah, berilah shalawat atasnya. Ya Allah, rahmatilah dia.” Terus menerus salah seorang dari kalian teranggap dalam keadaan shalat selama ia menanti shalat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 647 dan Muslim no. 649)

Mbah Pur Pergi Pergi Ke Yogyakarta saat Bencana Gunung Merapi Meletus


Umi pengasuh anakku cerita  tentang kepergian mbah Pur ke Yogyakarta. Semua masukan dan nasihat orang-orang di lingkungan rumahku untuk menghentikan niat mbah Pur pergi ke sana tak dihiraukan olehnya. Mbah Pur tetap bertekad pergi ke Yogyakarta, padahal saat itu keadaan Yogyakarta sedang tidak aman akibat letusan Gunung Merapi.  Dengan mencarter angkot dan membawa beberapa bungkusan berisi baju mbah Pur akhirnya pergi juga ke Yogyakarta. Niatnya sungguh mulia, membantu saudara-saudaranya di sana dan memberikan bantuan pakaian buat saudara-saudaranya yang membutuhkan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya. Siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu kaum di salah satu masjid untuk membaca Al Qur’an secara bergantian dan mempelajarinya, niscaya mereka akan diliputi sakinah (ketenangan), diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya. Siapa yang lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan derajatnya”.

Perpisahan Aku dengan Mbah Pur


Dengan aku telah memiliki rumah baru, aku harus meninggalkan lingkungan rumah yang meninggalkan kenangan indah dan para tetangga yang sudah aku anggap seperti saudara sendiri. Sungguh indah memiliki tetangga yang baik-baik dan penuh perhatian pada kita, semua kenangan dengan mereka terukir indah dalam ingatanku. Aku berpamitan dengan para tetangga. Ada kesedihan di wajahku dan di wajah mereka. Begitupula dengan mbah Pur, Saat kami berpamitan, mbah Pur memelukku lama sekali. Mata tuanya terlihat berkaca-kaca. "De Guru.... selama 4 tahun jadi tetangga, tidak pernah saya merasa disakiti.... Mudah-mudahan rumah tangga De Guru adem ayem, semuanya selalu sehat dan mendapat perlindungan dari Alloh..." Begitu panjang doa yang diberikan untukku. Doa yang sangat tulus dari seorang Mbah Pur.

0 komentar:

Posting Komentar